kosong Grammar Tenses
Part I PartII Part III part IV part V
sekolah dasar smp/mts sma/ma/smk perguruan tinggi
sekadau sintang belitang SP 2 padak my home
Selasa, 27 April 2010 | 09.12 | 0 Comments

Pembentuk Puisi

Ada beberapa pendapat tentang unsur-unsur pembentuk puisi. Salah satunya adalah pendapat I.A. Richard. Dia membedakan dua hal penting yang membangun sebuah puisi yaitu hakikat puisi (the nature of poetry), dan metode puisi (the method of poetry).


Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu
1. Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan).
2. Feling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan.
3. Tone (nada)
Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif.
4. Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair
Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana. Sarana-sarana tersebutlah yang disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari
1. Diction (diksi)
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
2. Imageri (imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara lain
a. citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan
b. Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran
c. Citra penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman dan pencecapan
d. Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran.
e. Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
f. Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran selingkungan
g. Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan
1. The concrete word (kata-kata kongkret)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slametmulyana menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus.
2. Figurative language (gaya bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
a. perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
b. Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding.
c. Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-turut.
d. Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
e. Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
f. Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
g. Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.
1. Rhythm dan rima (irama dan sajak)
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan menjadi dua,
a. metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu.
b. Ritme, yaitu irama yang disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur.
Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga,
a. dinamik, yaitu tyekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
b. Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara.
c. Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.
Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Berdasarkan jenisnya, persajakan dibedakan menjadi
a. rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
b. Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
c. Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
d. Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
e. Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
f. Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
g. Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
h. Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan
a. Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
b. Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
c. Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
d. Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal
e. Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
f. Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
g. Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
h. Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
i. Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
j. Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
k. Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi) merupakan struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut adalah
1. Lapis bunyi (sound stratum)
2. Lapis arti (units of meaning)
3. Lapis obyek yang dikemukakan atau "dunia ciptaan"
a. Lapis implisit
b. Lapis metafisika (metaphysical qualities)

b. Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.


c. Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.


B. pendekatan
Dalam proses kegiatan belajar mengajar seorang Guru harus melakukan suatu pendekatan yang akurat agar siswa dapat memahami sbuah puisi secara mendalam , untuk itu Guru bisa menggunakan salah satu pendekatan yakni pendekatan inquiry dan discovery
Metode inquiry dan discovery pada dasarnya dua metode yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Inquiry artinya penyelidika sedabgkab discovery adalah penemuan. Dengan melalui penyelidikan siswa akhirnya dapat memperoleh suatu penemuan.
Semua langkah yang ditempuh, dari mulai merumuskan masalah, hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dengan data dan menarik kesimpulan. Jadi dengan metode inquiry dan discovery, siswa melakukan suatu proses mental yang bernilai tinggi, disamping kegiatan fisik lainnya.
Metode ini sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran, khusus pada pembelajaran bahasa Indonesia yang spesifiknya untuk memhami jenis karya sastra salah satunya adalah puisi.
Kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa dalam metode ini adalah
1. siswa dapat merumuskan masalah untuk memahami puisi
2. siswa dapat meggunakan hipotesis sebagai penyelidikan agar dapat menemukan masalah dalam puisi
3. siswa dapat mengumulkan data dari puisi untuk menguji hipotesis
4. pengakhiran siswa dapat menarik sebuah kesimpulan tentang isi puisi
jadi pada dasarnya metode nquiry dab discovery ini adalah membantu siswa agar dapat berinteraksi

C. Orientasi Pembelajaran puisi
Tujuan pengajaran puisi(rizanur Gani, 9181) dapat ditampung dalam rumusan-rumusan sebagai berikut:
a. Membina dan mengembangkan kearifan menangkap isyarat-isyarat kehidupan dengan sekurang-kurangnya mencakup: menunjang ketrampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan rasa, karsa, dan pembentukan watak
b. Menghibahkan pandangan komprehensif tentang cipta budaya nasional: membina anak didik memiliki rasa bangga, keyakinan mandiri, dan rasa memiliki.
Jadi rumusan umum tersebut akan dapat dijabarkan oleh guru yang berpengalaman/terampil menjadi tujua-tujuan yang lebih khusus dan operasional.




PENYAJIAN
A. pembacaan puisi
Dalam langkah penyajian ini, yang pertama-tama guru harus menggiring siswa untuk membacakan puisi.
Tujuan siswa untuk membacakan puisi adalah untuk memperoleh pemahaman yang secara mendetailtentang isi puisi agar dapat menyelidiki dan menemukan suatu masalah yang ada didalamnya
Dalam proses pencapaian pembelajaran ini gurulah sebagai fasilitator untuk memahami secara keseluruhan dari isi puisi yang ada.
Kegiatan yang harus dilakukan
a. Guru menggiring siswa ke dalam empat kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari lima orang anak.
b. Guru memberikan kesempatan pada tiap-tiap kelompok untuk membacakan puisi di depan teman kelompok yang lain
c. Di dalam kelompok setiap individu harus membacakannya di dalam hati agar seluruh siswa dapat memahami isi puisi.
Jadi ditahap penyajian ini, kegiatan pertam itu adalah membacakan puisi untuk memperoleh pemahaman serta dapat menyelidiki dan menemukan ide pokok dari puisi tersebut.


B. Pemberian Peta Kognitif
Di bagian ini, guru member peta kognitif mengenai puisi, yakni memberikan pemahaman secara keseluruhan mengenai bagia atau unsur-unsur yang terdapat dalam puisi. Namun lebih khususnya unsure pengetahuan atau ide yang disampaikan pengarang dalam puisi yang ada melalui; imajinasi, diksi, gaya bahasa, rima, kata konkrit, serta tema.
Dalam peta kognitif ini guru memberikan penjelasan berdasrkan data yang obyektif yang ada dalam puisi. Sehingga dapat membantu siswa untuk mengenal dan memahami isi puisi yang ada, dengan demikian proses kegiatan belajar mengajar dapat tercapai tujuannya dengan efektif dan efisien.
Pemberian peta kognitif ini sebagi langgkah awal dari guru untuk membrikan cara-cara yang dilakukan oleh siswa untuk memahami dan mengkaji isi puisi yang ada
Jadi langkah pemberian peta kognitif ini adalah langkah untuk memberikan gambaran secara umum kepada siswa dalam memahami isi puisi yang ada.

C. Landasan Tumpu Puisi
Pada bagian ini guru memberikan gambaran latar belakang yang bersifat informasi dari puisi. Di sini guru memberikan informasi yang bersumber dari puisi yang ada untuk mengetahuai kekhasan ide pengarang, misalnya puisi-puisi yang mengandung protes sosial merupakan kekhasan dari seorang penyair W.S.Rendra, jadi guru memberikan landasan tumpu ini kepada siswa untuk membantu memahami isi puisi yang diciptakan oleh penyairnya. Sehingga dapat dijadikan landasan dasar pemikiran siswa untuk memahami dan menyelidiki serta dapat menemukan masalah yang ada dalam puisi tersebut.


PENGKAJIAN
A. Pemahaman Presepsi Yang Mendalam dan Menyeluruh Puisi Yang Dipelajari.
Pada tahap ini tentunya seorang guru harus mempunyai bekal pengetahuan tentang ppuisi yang akan dikaji, sehingga bisa memahami puisi tersebut secara holistik, maka dari itu untuk memahaminya guru harus menguasai hakikat dari puisi, sebagai berikut;
a. Guru harus mengetahui bahwa dalam puisi terjadi pengkonsentrasian atau pemadatan segala unsur kekuatan bahasa.
b. Guru harus memahami bahwa dalam penyusunan unsur-unsur bahasa itu harus dirapikan, diperbagus diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi
c. Guru dapat mendefinisikan bahwa puisi adalah ungkapan pikiran dan mood atau pengalaman yang bersifat maginatif.
Sehingga dapat melakukan presepsi yang mendalam terhadap puisi yang ada, serta dapat mengetahui secara holistik terhadap
Ditahap pengkajian ini juga guru harus bisa melakukan kajian intrinsik dan kajian ekstrinsik terhadap puisi yang ada. Sebelum disampaikan siswa untuk dijadikan suatu materi.

PENGAKHIRAN
A. Uraian Akhiran
Dalam pengembangan model pembelajaran puisi perlu adanya kecerdasan yang matang, sehingga proses pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Namun dalam pengembangannya gurulah yang menjadi fasilitator selama kegiatan pembelajaran berlansung, dan dalam penerapannya guru telah menguasai seluruh prosedur pembelajaran puisi secara mendalam dan benar. Dalam pengembangannya juga guru harus berupaya agar dapat mengundang suasana belajar siswa yang menyenangkan agar tidak jenuh sehingga dapat tercapainya suatu tujuan pembelajaran khususnya dalam pembelajaran puisi.
Melakukan berbagai macam pendekatan untuk variasi penyampaian materi, serta mengguanakan media-media yang relevan sehingga tidak cara dan model penyampaianya tidak monoton.
Jadi pengembangan model pembelajaran puisi, perlu dilakukan oleh seorang guru agar dalam pencapain suatu tujuan pembelajarannya tercapai dengan efektif dan efisien serta bervariasi dalam penyampaian materi .
B. Evalusi
Dalam langkah ini guru melakukan evaluasi dengan bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana siswa memahami materi, serta barometer untuk mengetahu kemampuan siswa.
Langkah–langkah yang dilakuan guru dalam evalusi adalah sebagai berikut
a. Guru menyajikan masalah yang ada dalam puisi
b. Guru memberikan tugas secara kelompok dan individu
c. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa siapa si pembicara dalam puisi?
d. Dapatkah siswa mneyebutkan diksi yang menyatakan pribadi si pembicara tersebut
e. Siapakah yang dituju oleh penyair dengan puisinya itu
f. Apakah setting (latar) waktu dan tempatnya?
g. Apakah intense (niat, maksud) dan tujuan puisi tersebut
h. Sejauh manakah diksi dan imagery menunjang nadanya (sikap penyair pada pokok persoalan dan pembacanya)
i. Dapatkah siswa menyebutkan/menunjukkan contoh bahasa figuratif yang menunjang efek menyeluruhnya?
j. Dapatkah siswa membuktikan pemahamannya terhadap struktur sintaktisnya dari setiap larik.

C. Kegiatan Pengukuhan
Dalam pengukuhan ini guru memberikan penjelasan pemantapan tentang puisi secara menyeluruh. Disini pula Puisi harus dibacakan oleh siswa, agar dapat dipahami. Baik secara kelompok maupun individu agar siswa dapat memahami secara efektif dan efisien.



0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright Noreh kulat dot com © 2010 - All right reserved - Using Blueceria Blogspot Theme
Best viewed with Mozilla, IE, Google Chrome and Opera.